Siswa Tak Punya Sepatu Jadi Juara Lari Tingkat Nasional

Di tengah keramaian jalanan kota besar, ada satu sosok kecil yang setiap pagi berlari membelah lalu lintas demi mengantarkan koran. Namanya Andi. Dulu, ia hanya dikenal sebagai bocah loper koran yang suka berteriak “Kompas! Republika! Jawa Pos!” di perempatan lampu merah. mg4d Tak ada yang menyangka, dua dekade kemudian, Andi akan duduk di balik meja kantor bertuliskan “CEO Rumah Literasi Nusantara”—salah satu penerbit buku independen terbesar di Indonesia.

Masa Kecil yang Penuh Cobaan

Andi lahir di kawasan kumuh pinggiran Jakarta, anak bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya seorang buruh pelabuhan, ibunya membantu mencuci pakaian warga sekitar. Ketika Andi berumur 9 tahun, sang ayah meninggal karena kecelakaan kerja. Sejak itu, kehidupan keluarganya berubah drastis. Mereka harus pindah ke rumah kontrakan sempit, dan Andi terpaksa berhenti sekolah demi membantu ibunya mencari uang.

Setiap pagi, Andi berkeliling membawa puluhan koran yang dititipkan agen. Ia tak malu berlari mengejar mobil mewah atau mengetuk jendela angkot, berharap ada yang membeli. Siang hari ia kadang bantu parkir motor di warung padang, malamnya bantu ibunya lipat pakaian.

Namun di tengah kesibukan itu, ada satu hal yang selalu menarik perhatiannya: buku bekas.

Benih Cinta pada Buku

Di sela istirahat siang, Andi sering duduk di dekat kios buku loakan. Ia tak punya uang untuk membeli, tapi sang penjual—Pak Narto—memperbolehkannya membaca buku apa saja asal dikembalikan rapi. Di sanalah Andi mulai jatuh cinta pada kisah-kisah dunia: tentang penjelajah, ilmuwan, bahkan penyair. Ia belajar sendiri mengeja, lalu membaca tanpa henti.

Suatu hari, Pak Narto berkata sambil tersenyum, “Nak, kamu ini loper koran, tapi jiwamu pencinta buku. Kelak, kamu pasti akan punya tempat di dunia literasi.”

Kata-kata itu terus terngiang di benak Andi. Ia menuliskannya di sobekan koran dan menempelkannya di dinding kamar sempitnya.

Langkah Kecil, Mimpi Besar

Saat usianya menginjak 15 tahun, Andi memberanikan diri untuk kembali bersekolah lewat program paket B. Ia bekerja pagi dan belajar malam. Gurunya, Bu Sari, melihat bakatnya dalam menulis dan menyemangatinya untuk ikut lomba cerpen. Tanpa berharap banyak, Andi menulis kisah tentang ibunya—seorang wanita hebat yang tidak menyerah meski hidup keras menghantam.

Tak disangka, cerpennya menang dan dimuat di majalah anak-anak nasional. Hadiahnya: buku tulis, paket bacaan, dan uang tunai Rp300.000. Bukan hanya uang yang berharga, tapi juga kepercayaan diri. Ia mulai menulis lagi dan lagi.

Dengan tabungan hasil kerja dan hadiah lomba, Andi membeli laptop bekas dan mulai membuat blog sederhana. Ia menulis cerita pendek, puisi, dan refleksi kehidupan. Dalam dua tahun, blognya mulai dikenal dan pengikutnya meningkat.

Perjuangan Tak Kenal Lelah

Setelah lulus SMA paket C, Andi mencoba melamar beasiswa ke berbagai kampus. Ia ditolak berkali-kali. Tapi ia tak menyerah. Akhirnya, Universitas Negeri Jakarta menerima Andi di jurusan Sastra Indonesia lewat jalur beasiswa prestasi non-akademik.

Selama kuliah, Andi bekerja sebagai penjaga warnet malam, penulis lepas, dan editor kecil-kecilan. Ia membentuk komunitas literasi kampus dan mulai mencetak buku antologi puisi bersama teman-temannya.

Tahun 2015, setelah lulus kuliah, Andi mendirikan Rumah Literasi Nusantara, berbekal uang hasil crowdfunding dan pinjaman dari seorang dosen. Awalnya, ia hanya menerbitkan dua buku setahun, namun semua ia kelola sendiri—dari editing, layout, sampai distribusi.

Lambat laun, Rumah Literasi berkembang. Buku-buku terbitan mereka membahas topik sosial, sastra lokal, hingga kisah inspiratif. Banyak penulis muda terbantu karena tidak perlu bayar mahal untuk menerbitkan karya mereka.

Dari Jalanan Menuju Jejak Nasional

Kisah Andi mulai viral ketika media mengangkat profilnya sebagai “Mantan Loper Koran yang Kini Jadi Pengusaha Buku.” Ia diundang ke berbagai acara literasi nasional, menjadi narasumber talkshow, dan bahkan dipercaya menjadi pengurus Dewan Buku Independen Indonesia.

Tahun 2022, Rumah Literasi Nusantara memenangkan penghargaan “Penerbit Inklusif Terbaik” dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Andi menyampaikan pidatonya di hadapan ribuan orang sambil terisak, mengingat hari-hari ia berlari membawa koran di pagi buta.

“Saya tak pernah membayangkan seorang anak jalanan bisa berdiri di sini, bukan karena saya pintar, tapi karena saya tidak pernah berhenti bermimpi,” ujarnya kala itu.

Menginspirasi Generasi Muda

Kini, Rumah Literasi tidak hanya menerbitkan buku, tapi juga memiliki program beasiswa menulis untuk anak-anak tidak mampu. Andi berkeliling ke pelosok Indonesia, membagikan buku gratis dan menggelar pelatihan menulis di desa-desa terpencil. Ia ingin agar anak-anak lain yang pernah senasib dengannya punya kesempatan yang sama.

“Saya tahu bagaimana rasanya tak bisa beli buku. Maka saya ingin mereka tak perlu merasakan yang sama,” ucapnya dalam sebuah wawancara.

Program “Buku untuk Nusantara” yang digagasnya telah mengirimkan lebih dari 200.000 eksemplar buku ke lebih dari 100 daerah tertinggal di Indonesia.

Kisah Haru Seorang Ibu

Di balik semua keberhasilan Andi, ada satu sosok yang selalu menjadi sumber kekuatan: ibunya. Sang ibu kini tinggal bersama Andi di rumah sederhana yang dikelilingi rak buku. Meski usianya tak lagi muda, ia masih rajin merapikan buku-buku dan kadang membacakan dongeng untuk anak-anak yang datang ke rumah literasi.

“Saya dulu hanya ingin anak saya bisa makan dan tidur cukup. Tapi Allah kasih lebih dari itu,” ujar sang ibu, menitikkan air mata bahagia.

Setiap kali Andi memenangkan penghargaan atau diundang ke luar negeri, ia selalu membisikkan nama ibunya. “Tanpa ibu, tak akan ada saya yang hari ini.”

Penutup: Kisah yang Menjadi Cahaya

Kisah Andi bukan hanya tentang seorang anak jalanan yang sukses. Ia adalah cermin dari harapan yang tak pernah padam, bukti bahwa satu langkah kecil bisa menuntun pada perubahan besar. Dari lorong gelap kehidupan, Andi menunjukkan bahwa siapa pun bisa menulis takdirnya sendiri, asal tak menyerah pada keadaan.

Hari ini, di sudut toko buku, mungkin Anda akan menemukan salah satu karya terbitan Rumah Literasi Nusantara. Dan di balik halaman-halamannya, tersembunyi kisah panjang seorang anak loper koran yang menjadikan mimpi sebagai kenyataan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *